Tuesday, November 25, 2014

Area Abu-Abu

memerlukan kepastian
dipenuhi keraguan
dibendung kenyataan

menyembunyikan perasaan
berusaha merelakan
melepas kenangan
terpaksa melupakan

tidak pernah ada 'kita'
di antara aku dan dia

yang ada hanya dua individu
dalam kebahagiaan semu
dalam surga sementara

tidak hitam
maupun putih

kita terjebak
dalam area abu-abu

Monday, November 10, 2014

Dua Garis

kita adalah dua garis yang berjalan sendirian
entah kapan berawal 
mungkin takkan berakhir 
yang kita tahu hanyalah untuk menjadi garis yang terus melaju 
membelah ruang hampa 
menjelajah dalam kesendirian 
namun kita tahu 
suatu saat kita akan bertemu
aku rela kita tak bersinggungan 
asalkan kita berjalan beriringan  
dua garis yang tak pernah berjumpa 
kini menjadi dua garis yang selalu bersama

Friday, October 3, 2014

Nyanyian Sang Merak

Nyanyian ini diperuntukan baginya
Bagi ia yang diselimuti atmosfir duka
berduka karena cinta lepas dari genggamannya
Kesempatan terbaik untuk membuai dalam nada
-
Terpikat ia oleh kata-kata
rangkaian frasa tak bermakna
Terulur ia dalam jebakan
jebakan untuk menaklukkan sang betina
Tertipu ia oleh keindahan fana
keindahan semu yang akan hilang pada masanya
-
Ia tak tahu nyanyian ini telah berkumandang untuk kesekian kalinya
Ia tak mengerti bahwa nyanyian ini ada untuk menghasut 
bukan melipur lara
-
Nyanyian yang tak merdu
namun menggoda
Nyanyian sang merak
menemukan korban berikutnya

Wednesday, September 10, 2014

Sepuluh September

Hari ini sama seperti hari-hari pada umumnya
Hanya satu hal yang berbeda
Genap delapan belas tahun yang lalu,
saya hadir ke dunia
Dibungkus kedua lengan ibu, 
bayi mungil yang hanya bisa meronta
Tak terasa bayi itu sudah dewasa
Sudah menyandang titel mahasiswa

Hari ini sama seperti hari-hari pada umumnya
Hanya saja, hari saya dipenuhi ucapan dan doa
'Selamat Anda sudah hidup satu tahun lebih tua'
Bagi saya, 
itu kata mereka
Hari saya dipenuhi jabatan tangan
'Semoga Anda dapat hidup lebih lama'
Bagi saya, 
itu artinya

Hari ini sama seperti hari-hari pada umumnya
Yang berbeda adalah senyum di wajah saya tak kunjung sirna
Terima kasih untuk manusia-manusia yang telah membuat hari saya bahagia
Kepada kalian semua, 
yang membuat hari saya penuh tawa
Terima kasih pada semesta, 
karena telah menyuguhkan kemisteriusan hidup penuh tanya
Terima kasih Yang Kuasa, 
untuk hidup dan masih bernafas pada hari ini adalah sebuah hadiah bagi saya

Tanggal sepuluh bulan ke sembilan,
sampai bertemu lagi, 
tahun depan

Friday, August 1, 2014

Banjir di Hari Senin


Senin pagi memanjakanku dengan sinar matahari yang menyusup melalui celah jendela. Perlahan merambat menguasai ruang kamar, memandikan dengan warna oranye menyala.

Senin siang menyuguhkan panas membara dan sensasi haus luar biasa. Membuat para ibu rumah tangga gembira karena jemuran mereka akan kering sebelum sore tiba.

Senin sore hujan mengguyur tanpa aba-aba, hujan yang tak berjeda. Seolah langit di atas sedang dilanda kesedihan luar biasa lalu mengeluarkan tangisan merana.

Senin  malam langit muram bersedih dan merengek hingga rumahku terendam air mata. Banjir air mata datang tanpa permisi lalu pergi, hanya lumpur dan sakit hati yang tersisa.

Seninku tenggelam. Seninku kelam.

Seninku kelabu. Bagaimana dengan Seninmu?

Tuesday, July 15, 2014

Keutuhan dalam Rangkulan

Rengkuh aku dalam dekapmu
Biarkanku meleleh dan menyatu
bagai air soda yang melebur bersama es batu
Tak lagi kurasakan desaknya waktu
tak lagi kupikirkan masalah masa lalu
Lengan kita berpaut dan bersatu

Suara degup jantung kita seirama
berpacu dalam ketukan yang sama
Seolah saling bersahutan jenaka
detak kita senada
Pelukmu penyembuh segala luka
obat paling sederhana

Setiap detik tak lagi berlari
Waktu membeku menjadi abadi
waktu berhenti hanya bagi kami

Dua manusia terbungkus sepasang lengan
Dua manusia yang saling mengutuhkan

Tuesday, July 1, 2014

Rangkaian Kata-kata Gadis Remaja #1: Ingin Merasa

            Sudah lama perasaan ini pergi. Entah kapan terakhir kali aku se-galau ini. Tapi cukup dengan satu pembicaraan, rasa ini terkuak lagi. Bagai bangkai tersembunyi, menyengat, membuat mual.
            Yang Sedang Jatuh Hati bercerita padaku, tentang wanita yang ia sayang untuk saat ini. Betapa ia telah di panah Cupid tepat di hati. Ia bercerita tentang percakapan konyol mereka, tentang lagu yang mengingatkannya akan sang wanita, tentang gelang pemberiannya. Wajah Yang Sedang Jatuh Hati berseri-seri tanpa ia ketahui. Matanya nyala bagai tungku api. Di setiap kalimat dan sela-sela nafasnya, ada cinta tersembunyi. ‘Ia telah jatuh hati’, pikirku.
            Aku hanya merespon dengan anggukan kecil dan senyuman yang tak absen menghiasi muka. Apa lagi yang perlu ku beri? Mereka punya segalanya. Dunia Yang Sedang Jatuh Hati berputar dan berporos pada matahari barunya, si wanita.
            Satu-satunya yang bisa kukatakan hanya: ‘Pelan-pelan saja, buru-buru itu tak berguna’. Klise, memang. Apa lagi yang perlu terucap? Setiap sentuhan mereka bergetar hingga ke bilik jantung, membuat darah berdesir ekstra cepat. Tatapan mata mereka menyedot ruang dan waktu, hingga yang tersisa hanyalah keabadian mereka berdua di dunia yang serba fana.
            Sungguh, aku bahagia untuk ia Yang Sedang Jatuh Hati. Untuk lelaki yang kukenal semenjak nafas memenuhi rongga paru-paruku. Kita berasal dari satu rahim yang sama, meminum air susu wanita yang kita sebut Ibu, aku mengenal lelaki itu seperti aku mengenal diriku sendiri. Aku senang apabila ia tertawa, aku sedih apabila ia merana.
            Namun kini, dunia kita berbeda. Dia ada jauh di atas awan-awan, sedangkan kakiku berpijak teguh pada daratan. Di dunianya hanya ada dia dan si wanita, mereka berdua dipenuhi cinta. Dan aku tidak akan bisa masuk ke dunia mereka. Syarat utamanya adalah: harus dimabuk asmara, dan syarat itu menjadi jarak yang tak bisa aku jembatani dengan apapun.
            Lalu Yang Sedang Jatuh Hati bercerita tentang seseorang yang sedang dilanda badai kesedihan, yang sedang dihujani kegalauan. Aku menyebutnya Yang Sedang Patah Hati. Ia lelaki, tentunya, dengan luka lama yang tak kunjung kering. Luka lama yang terus mengeluarkan darah segar, walau entah berapa kali ia perban dan obati.
            Berbeda dengan Yang Sedang Jatuh Hati, Yang Sedang Patah Hati justru sedang berusaha melupakan cintanya yang lepas dari genggaman, ia sedang berusaha menjadi sedingin es di kutub utara agar tak meleleh jika dibakar api dari masa lalu, neraka nostalgia. Yang Sedang Patah Hati bercerita bahwa kepahitan, kesedihan, dan kebencian yang selama ini mengalir deras, akhirnya berhasil menjebolkan bendungannya dengan arus dahsyat. Dan itu semua berkat sebuah percakapan dengan si wanita yang dulu (dan mungkin hingga sekarang) ia puja.
            Dadaku sesak saat mendengar cerita itu. Aku ikut sedih serasa mengalami apa yang sedang ia lalui. Aku tahu susahnya melepaskan diri dari masa lalu, dan aku tahu pedihnya membuang muka pada wajah lama.
            Terus-menerus aku menyuruh Yang Sedang Jatuh Hati untuk menghiburnya. ‘Apakah yang kau tenggak, hai Yang Sedang Jatuh Hati? Biarkan ia rasa apa yang kau rasa, agar ia mabuk asmara. Walau hanya setetes saja’.
            Yang Sedang Jatuh Hati lanjut bercerita, sepertinya Yang Sedang Patah Hati sudah lelah kejar-kejaran dengan masa lalunya. Kemanapun ia bersembunyi, wajah wanita itu senantiasa menghantui. Seberapa kerasnya ia berusaha benci, tetap hatinya tak bisa dibohongi. Ada rasa cinta yang tersisa, walau hanya sebesar bulir beras, rasa itu masih ada. Dan mungkin Yang Sedang Patah Hati masih belum benar-benar bisa melepas mataharinya, langitnya sudah gelap untuk terlalu lama. Mungkin dulu ia berusaha menerima kenyataan bahwa mataharinya sudah menemukan langit baru untuk diterangi. Tapi mungkin secara diam-diam, selama ini... Yang Sedang Patah Hati hanya ingin mataharinya kembali.
            Tentu analisa-analisa kecilku tak kuberitahu kepada Yang Sedang Jatuh Hati. Mana mau ia mendengar celotehan gadis remaja yang belum pernah merasakan cinta sesungguhnya?
            Tak lama setelah itu, Yang Sedang Jatuh Hati kembali terbang ke awan-awan, meninggalkanku sendirian dengan pikiran-pikiran yang menjejali otak. Pikiran-pikiran yang menjadi alasan utama tulisan ini terbuat.
            Aku iri. Iri sekali pada para lelaki itu, yang sedang jatuh hati dan yang sedang patah hati. Setidaknya hidup mereka ada warnanya, penuh sedih dan tawa, benci dan cinta. Sedangkan aku? Kisah cintaku bahkan tak akan laku jika diadaptasi menjadi serial FTV. Ibarat naik tangga, cintaku sudah di anak tangga tertinggi paling atas, sudah tidak dapat kemana-mana lagi. Mentok. Terlalu klise, pasti.
            Aku iri pada mereka yang bebas jatuh hati dan patah hati. Pada mereka yang mencinta, pada mereka yang membenci. Setidaknya mereka mempunyai persaan yang ingin mereka simpan atau mereka buang. Perasaanku telah terkunci, dan kuncinya kuhilangkan sendiri.
            Bukannya tidak mau merasa, justru aku ingin merasa! Sesungguhnya aku dan mereka tak jauh beda, sama-sama manusia yang tinggal di dunia. Tapi apa yang membuatku tak layak mempuyai seseorang untuk berbagi? Atau seseorang untuk kutangisi?
            Aku iri, mereka mempunyai sesuatu untuk mereka dekap, sesuatu yang menjadikan alasan mereka untuk terus maju, sesuatu yang dapat membuat mereka berseri maupun meringis menahan pedih.
            Aku sudah lupa rasanya bahagia ataupun sedih karena seseorang maupun sesuatu. Aku lupa rasanya berharap terlalu tinggi, lalu sakit hati. Aku lupa rasanya sentuhan pertama dengan orang yang kita sayang, mengagetkan namun memberi arus kehidupan. Aku lupa rasanya tersungkur menahan pilu hanya karena teringat kenangan masa lalu. Aku lupa rasanya mati-matian melupakan seseorang. Aku lupa rasanya saat bibir-bibir berpautan, menyuntikan racun mematikan namun membuat ketagihan. Aku lupa rasanya patah hati. Aku lupa rasanya jatuh hati.
            Dan percayalah, aku turut senang untukmu, Yang Sedang Jatuh Hati. Semoga kamu dann pujaanmu dapat bersatu. Dan semoga dunia kita menjadi sama. Juga aku bersedih untukmu, Yang Sedang Patah Hati. Semoga kenyataan dan keinginanmu melebur menjadi satu. Entah itu melupakan atau justru saling berdekapan. Semoga kau tidak trauma jatuh hati, dan semoga kau belajar untuk memulai dari awal lagi.
            Berikan padaku apa yang kau minum hai Yang Sedang Jatuh Hati, dan berikan padaku sedikit pecahan hatimu hai Yang Sedang Patah Hati. Agar aku kembali hidup. Agar aku kembali merasa. 
            Tunggu aku di awan-awan, temui aku di dasar jurang. Akan kurakit sayap baruku. Agar aku kembali terbang.


Tuesday, June 24, 2014

Sepatu Setia

Aku sepasang sepatu tua yang kau simpan dalam lemari
Kau memakaiku hanya sekali-dua kali
Tapi aku tahu kau pun tahu
aku lebih nyaman dari sepatu baru itu

Sepatu barumu memang bagus sekali
warnanya indah dan tidak abu-abu
Sedangkan aku sudah usang, itu kuakui
Warnaku pudar dan berdebu

Namun aku tahu kau pun tahu
tak ada yang lebih nyaman dari sepasang sepatu tuamu

Setelah seharian berjalan dengan sepatu barumu
kurelakan kakimu bersantai dalam ronggaku
Telapakmu kudekap penuh sayang
jemarimu bebas bernafas tanpa keterbatasan ruang

Aku hanyalah sepasang sepatu tua yang kau simpan dalam lemari
Sudah lama aku tak melihat matahari
Tapi aku tahu kau pun tahu
aku akan selalu ada di sini
setia menunggu

Thursday, June 5, 2014

Malam itu seorang wanita bersimbah peluh berlutut tak berdaya
tersungkur menahan pilu yang terasa
pundaknya berat tertimpa duka
Dari bibirnya yang tipis dan pucat
keluar lafalan doa
Ia berharap doanya melesat
menembus awan dan lapisan-lapisan ozon
Hingga tiba di surga
di telinga Yang Maha Kuasa

Tuesday, May 27, 2014

Kecupan

Kecupan itu kukirim tadi pagi,
saat semua masih tengkurap dan terlelap.
Yang terdengar hanya suara adzan,
sayup-sayup dari kejauhan.
Semoga kecupan itu tak terhenti.
Kecupan yang telah dinanti-nanti.

Kecupanku tersengat matahari,
hingga berlindung di balik jemuran baju,
dan berteduh dibayangan mobil yang melaju.
Lalu terseret kaki-kaki bocah yang berlari,
mencium aspal panas berulang kali.

Kecupanku terbawa angin sore,
hingga tersesat diantara awan kelabu dan langit mendung.
Lalu turun bersama beribu rintik hujan,
mencium tanah tandus dan membasahi semua lahan.

Kecupanku telah tersengat, terseret, dan tersesat.
Hingga terlambat datang padamu.
Namun akhirnya kecupan itu menemui tujuannya,
alasan utama ia tercipta.
Dengan lembut kecupanku mendarat di pipi itu.
Tetap dengan cinta yang sama,
walau tak datang tepat waktu.

Wednesday, May 21, 2014

Cuap-cuap Penulis

Selamat siang,
Sedikit mengenai penulis, usia saya sekarang 17 tahun dan saya baru saja kemarin dinyatakan lulus dari SMA. Hore. Banyak yang bilang bahwa mereka kaget saya bisa menulis seperti ini, orang-orang itu tentunya orang-orang yang dekat dengan saya. Saya mulai tertarik untuk membuat blog dan menulis sejujurnya setelah membaca novel karya Dewi 'Dee' Lestari yang berjudul Perahu Kertas. Dan hal itu membawa saya kesini.

Bulan Agustus nanti, blog saya ini akan berumur 2 tahun. Tak terasa sudah begitu banyak yang saya tulis di jurnal digital ini, tapi masih jauh dari cukup. Saya sudah menulis mulai dari curhatan remaja, cerita pendek, hingga puisi-puisi yang terpampang di blog ini.


Namun, segala hal yang saya torehkan di sini adalah pemikiran pribadi saya.
Puisi-puisi saya memang tidak bagus-bagus amat, namun mereka orisinil. Mereka lahir dari perasaan yang saya tuangkan ke jemari saya saat mengetik di keyboard laptop.

Alasan saya menulis post ini sederhana, saya ingin berterima kasih kepada siapapun yang membaca blog saya. Mau pembaca setia, maupun yang tak sengaja. Terima kasih banyak. Saya bahagia jika kalian menikmatinya, tapi tentunya saya tetap menulis untuk kepuasan diri sendiri. I write in order to lower the fever of feeling, you see.

Sekian post kali ini, jangan lupa mampir terus! :)

-V. Dante


Monday, April 21, 2014

Layang-layang

Aku tak peduli mau cuaca cerah
ataupun gelap dan mendung
Yang aku tahu hanya tanganmu akan senantiasa menjagaku
Matamu akan senantiasa memantauku
Saatku memeluk angin
waktuku mencium langit


Hanya oleh seutas benang
Benang yang lebih kuat dari baja maupun kaca
benang yang terbuat dari cinta
Kamu tahu, aku setia
Benang itu mengikat kita


Aku tak takut jika terjebak di atas pohon
maupun tersangkut di tiang listrik
Karena kamu jagoanku
menerjang angin ribut pun kamu mau
Bawa aku keluar
biarkan aku merasakan udara segar


Karena aku layang-layangmu
Tarik-ulur aku sepuasmu


Jangan pernah lepas genggaman itu
Aku akan selalu ada di sini
setia menunggu berbalut kertas dan lidi
Dengan sabar mengikuti navigasi
Lalu akan kupinjamkan mataku
Agar kau dapat melihat dunia dari sudut baru

Thursday, March 6, 2014

Senandung Sempurna

Cerita dimulai
di sebuah malam biasa
Seorang malaikat telah turun dari surga
bertengger di bulan dan menyanyikan lagu sederhana
Seorang manusia mendengarnya
dalam sekejap manusia itu jatuh cinta
Melihat sosok indah bermandi cahaya
mendengar suara murni yang membelah malam hampa

Sang manusia telah jatuh cinta
Agar bisa bersama pujaan yang ia damba
melakukan apa saja ia rela
Namun ia tak bisa apa-apa
karena malaikat itu jauh di atas sana
tak terjangkau olehnya

Setiap malam tiba
manusia itu menjadi pendengar setia
Datang tanpa membawa cokelat maupun bunga
datang tanpa rayuan gombal belaka
Yang diperlukan hanya ketulusan kedua buah telinga
untuk mendengar senandung yang sempurna
Ternyata cinta tak berarti harus bersama
mendengar nyanyian itu saja
ia sudah bahagia  

Thursday, February 13, 2014

Kotak Biru

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
agar tidak kotor dan tersentuh debu
kulihat hanya bila aku butuh
untuk mengingat sesuatu yang terhapus oleh waktu

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
mimpiku bagai api yang berkobar, itu dulu
kini yang tersisa tinggal abu

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
dulu kupamerkan dengan hasrat menggebu
kuceritakan dengan nafas memburu
kini untuk mengintip saja aku malu

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
memang dulu bagai pohon lebat yang berbuah mulu
kini, pohon itu layu

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
jika dulu mimpi itu terdengar merdu
kini hanya sebuah melodi yang tak dapat membentuk sebuah lagu

mimpiku kusimpan dalam kotak biru
tahukah kamu
kini kotak itu kelabu

Thursday, January 9, 2014

Cerita di Hari Ketiga

izinkan aku bercerita
tentang hari ketiga
saat matamu menerawang
dan pikiranmu melayang

kali ini kamu tidak sedih
tetapi hanya letih
dengan perkataan-perkataan yang menyakiti
oleh orang yang sama lagi

keinginanmu tak terlalu tinggi
kamu hanya ingin memperbaiki
menyusun kembali kepingan hati
hanya untuk dihancurkan
oleh orang yang sama lagi

kamu tertawa
untuk menyembunyikan duka
untuk meyakinkan diri bahwa semua baik-baik saja
untuk menutup luka

izinkan aku berkata
akan ada hari dimana kamu akan tertawa
karena semua memang baik-baik saja
karena sudah tidak ada lagi duka
tawa yang menghilangkan derita