Monday, December 12, 2016

Dan Kemudian

Jangan terpaksa tersungkur baru kau sembahyang

Jangan didorong untuk melompat baru kau terbang

Jangan sampai kehilangan baru kau sayang

Wednesday, November 23, 2016

Lubang Sendiri

Abadi, katamu?

Pada akhirnya 

kelopakku akan menyerah lalu menutup

dan napasku akan terhenti

Jasadku akan membusuk

dan jiwaku akan pergi


Aku

akan

mati

Waktu, katamu?

Walau fana, ia nyata

menjegal larianku

hingga jatuh

ke dalam lubang yang ia gali 




Thursday, September 15, 2016

Renungan Malam #3

hijauku layu

gelapku tak kunjung usai

senjaku selalu

terik tak pernah mampir

cahaya tak lagi hadir

dingin

pucat

sendu

matahariku malu-malu

Wednesday, August 10, 2016

Penggemar yang Menyamar

Kau tak butuh cinta tulus seorang kekasih

yang kau mau penonton

dengan ritme tepukan tangan monoton

Datang dengan dua belas tangkai bunga

bukan dengan segenap rasa bangga

Yang kau mau hanya penggemar

pura-pura menikmati pertunjukan dengan mata berbinar



Sayangku, kini pelukmu terasa hambar

Wednesday, May 11, 2016

Tangisan Daratan

daratan menangis

ia mengerti

apa yang telah dipisahkan lautan

tak dapat dipersatukan

oleh satupun insan

ia mengerti

namun belum dapat menerima

dengan

rela

Thursday, April 14, 2016

Renungan Malam #2

Tuhanku menangis
tersedu melihat sang pijakan kaki
air mata mengalir membasahi
perlahan namun pasti membanjiri
-
Tanah gembira
manusia sengsara
-
Berhari-hari tak kunjung henti
tak kunjung reda
mataharipun bersembunyi
-
Dengan rela 
aku merendam diri
-
Terseret arus
tenggelam dalam duka
 Yang Maha Kuasa

Monday, February 29, 2016

Membayang, Tak Hilang

Yang lama telah dikubur
akhirnya menyeruak ke permukaan
Tak ingin diabaikan

Yang sekian lama dipendam
lagi-lagi tak tertahankan
tak dapat didiamkan

Yang dahulu hanya masa lalu
kini berlarian masuk ke hidupku
tak kuasa dihapus waktu

Yang kupikir telah mati
ternyata tak pernah pergi
Hanya menunggu waktu yang tepat
untuk bangkit kembali

Monday, January 4, 2016

Pulih

Hujan kali ini tak baik hati
Menyerang badanku yang terlampau kering
dan butuh pelepas dahaga
Badan yang sudah berbulan-bulan sengsara

Bertubi-tubi turun tanpa henti
dengan kasar menyelimuti
Tamparan air datang tanpa memandang doa dan dosa
Ruah tak berjeda

Kulitku pecah dan butuh belaian air
Kulit yang tadinya tertutupi kehijauan
kini lapang, telanjang, dan sekarat

Meski sakit dan meriang
Ku tahu kesengsaraan kini
mengarah pada kebahagiaan nanti


Setiap bulir air yang menembusku
bergulir ke dalamku
seolah berbunyi


pilu
pilu
pilu
Pulih