Setiap malam tiba, wanita itu menyambutnya.
Pertama, ia akan memakai maskara. Maskara hitam pekat segelap lorong-lorong masa lalunya.
Untuk menyembunyikan kedua matanya yang lebam. Untuk menyamarkan tatapan sengsara.
Kedua, perona pipi berwarna merah muda. Agar jalur air mata di buah pipinya tak terlihat.
Ketiga, gincu berwarna merah darah. Perlahan, ia lukiskan senyum di wajahnya.
Senyum penuh dusta. Senyum yang tak seharusnya ada di dalam dunia penuh lara dan nestapa.
Setiap malam tiba, wanita itu bersandiwara.
Menjadi bahagia, walau seketika, walau berpura-pura.
No comments:
Post a Comment