Sudah lama perasaan ini pergi. Entah
kapan terakhir kali aku se-galau ini. Tapi cukup dengan satu pembicaraan, rasa
ini terkuak lagi. Bagai bangkai tersembunyi, menyengat, membuat mual.
Yang Sedang Jatuh Hati bercerita
padaku, tentang wanita yang ia sayang untuk saat ini. Betapa ia telah di panah Cupid tepat di hati. Ia bercerita
tentang percakapan konyol mereka, tentang lagu yang mengingatkannya akan sang
wanita, tentang gelang pemberiannya. Wajah Yang Sedang Jatuh Hati berseri-seri
tanpa ia ketahui. Matanya nyala bagai tungku api. Di setiap kalimat dan
sela-sela nafasnya, ada cinta tersembunyi. ‘Ia telah jatuh hati’, pikirku.
Aku hanya merespon dengan anggukan
kecil dan senyuman yang tak absen menghiasi muka. Apa lagi yang perlu ku beri?
Mereka punya segalanya. Dunia Yang Sedang Jatuh Hati berputar dan berporos pada
matahari barunya, si wanita.
Satu-satunya yang bisa kukatakan
hanya: ‘Pelan-pelan saja, buru-buru itu tak berguna’. Klise, memang. Apa lagi
yang perlu terucap? Setiap sentuhan mereka bergetar hingga ke bilik jantung,
membuat darah berdesir ekstra cepat. Tatapan mata mereka menyedot ruang
dan waktu, hingga yang tersisa hanyalah keabadian mereka berdua di dunia yang serba fana.
Sungguh, aku bahagia untuk ia Yang
Sedang Jatuh Hati. Untuk lelaki yang kukenal semenjak nafas memenuhi rongga
paru-paruku. Kita berasal dari satu rahim yang sama, meminum air susu wanita
yang kita sebut Ibu, aku mengenal lelaki itu seperti aku mengenal diriku
sendiri. Aku senang apabila ia tertawa, aku sedih apabila ia merana.
Namun kini, dunia kita berbeda. Dia
ada jauh di atas awan-awan, sedangkan kakiku berpijak teguh pada daratan. Di
dunianya hanya ada dia dan si wanita, mereka berdua dipenuhi cinta. Dan aku
tidak akan bisa masuk ke dunia mereka. Syarat utamanya adalah: harus dimabuk
asmara, dan syarat itu menjadi jarak yang tak bisa aku jembatani dengan apapun.
Lalu Yang Sedang Jatuh Hati
bercerita tentang seseorang yang sedang dilanda badai kesedihan, yang sedang
dihujani kegalauan. Aku menyebutnya Yang Sedang Patah Hati. Ia lelaki,
tentunya, dengan luka lama yang tak kunjung kering. Luka lama yang terus
mengeluarkan darah segar, walau entah berapa kali ia perban dan obati.
Berbeda dengan Yang Sedang Jatuh
Hati, Yang Sedang Patah Hati justru sedang berusaha melupakan cintanya yang
lepas dari genggaman, ia sedang berusaha menjadi sedingin es di kutub utara
agar tak meleleh jika dibakar api dari masa lalu, neraka nostalgia. Yang Sedang
Patah Hati bercerita bahwa kepahitan, kesedihan, dan kebencian yang selama ini
mengalir deras, akhirnya berhasil menjebolkan bendungannya dengan arus dahsyat.
Dan itu semua berkat sebuah percakapan dengan si wanita yang dulu (dan mungkin
hingga sekarang) ia puja.
Dadaku sesak saat mendengar cerita
itu. Aku ikut sedih serasa mengalami apa yang sedang ia lalui. Aku tahu
susahnya melepaskan diri dari masa lalu, dan aku tahu pedihnya membuang muka
pada wajah lama.
Terus-menerus aku menyuruh Yang
Sedang Jatuh Hati untuk menghiburnya. ‘Apakah yang kau tenggak, hai Yang Sedang
Jatuh Hati? Biarkan ia rasa apa yang kau rasa, agar ia mabuk asmara. Walau
hanya setetes saja’.
Yang Sedang Jatuh Hati lanjut bercerita,
sepertinya Yang Sedang Patah Hati sudah lelah kejar-kejaran dengan masa
lalunya. Kemanapun ia bersembunyi, wajah wanita itu senantiasa menghantui.
Seberapa kerasnya ia berusaha benci, tetap hatinya tak bisa dibohongi. Ada rasa
cinta yang tersisa, walau hanya sebesar bulir beras, rasa itu masih ada. Dan
mungkin Yang Sedang Patah Hati masih belum benar-benar bisa melepas
mataharinya, langitnya sudah gelap untuk terlalu lama. Mungkin dulu ia berusaha
menerima kenyataan bahwa mataharinya sudah menemukan langit baru untuk
diterangi. Tapi mungkin secara diam-diam, selama ini... Yang Sedang Patah Hati
hanya ingin mataharinya kembali.
Tentu analisa-analisa kecilku tak
kuberitahu kepada Yang Sedang Jatuh Hati. Mana mau ia mendengar celotehan gadis
remaja yang belum pernah merasakan cinta sesungguhnya?
Tak lama setelah itu, Yang Sedang
Jatuh Hati kembali terbang ke awan-awan, meninggalkanku sendirian dengan
pikiran-pikiran yang menjejali otak. Pikiran-pikiran yang menjadi alasan utama
tulisan ini terbuat.
Aku iri. Iri sekali pada para lelaki
itu, yang sedang jatuh hati dan yang sedang patah hati. Setidaknya hidup mereka
ada warnanya, penuh sedih dan tawa, benci dan cinta. Sedangkan aku? Kisah
cintaku bahkan tak akan laku jika diadaptasi menjadi serial FTV. Ibarat naik
tangga, cintaku sudah di anak tangga tertinggi paling atas, sudah tidak dapat
kemana-mana lagi. Mentok. Terlalu klise, pasti.
Aku iri pada mereka yang bebas jatuh
hati dan patah hati. Pada mereka yang mencinta, pada mereka yang membenci.
Setidaknya mereka mempunyai persaan yang ingin mereka simpan atau mereka buang.
Perasaanku telah terkunci, dan kuncinya kuhilangkan sendiri.
Bukannya tidak mau merasa, justru
aku ingin merasa! Sesungguhnya aku dan mereka tak jauh beda, sama-sama manusia
yang tinggal di dunia. Tapi apa yang membuatku tak layak mempuyai seseorang
untuk berbagi? Atau seseorang untuk kutangisi?
Aku iri, mereka mempunyai sesuatu
untuk mereka dekap, sesuatu yang menjadikan alasan mereka untuk terus maju,
sesuatu yang dapat membuat mereka berseri maupun meringis menahan pedih.
Aku sudah lupa rasanya bahagia
ataupun sedih karena seseorang maupun sesuatu. Aku lupa rasanya berharap
terlalu tinggi, lalu sakit hati. Aku lupa rasanya sentuhan pertama dengan orang
yang kita sayang, mengagetkan namun memberi arus kehidupan. Aku lupa rasanya
tersungkur menahan pilu hanya karena teringat kenangan masa lalu. Aku lupa
rasanya mati-matian melupakan seseorang. Aku lupa rasanya saat bibir-bibir
berpautan, menyuntikan racun mematikan namun membuat ketagihan. Aku lupa
rasanya patah hati. Aku lupa rasanya jatuh hati.
Dan percayalah, aku turut senang
untukmu, Yang Sedang Jatuh Hati. Semoga kamu dann pujaanmu dapat bersatu. Dan
semoga dunia kita menjadi sama. Juga aku bersedih untukmu, Yang Sedang Patah
Hati. Semoga kenyataan dan keinginanmu melebur menjadi satu. Entah itu
melupakan atau justru saling berdekapan. Semoga kau tidak trauma jatuh hati,
dan semoga kau belajar untuk memulai dari awal lagi.
Berikan padaku apa yang kau minum
hai Yang Sedang Jatuh Hati, dan berikan padaku sedikit pecahan hatimu hai Yang
Sedang Patah Hati. Agar aku kembali hidup. Agar aku kembali merasa.
Tunggu aku di awan-awan, temui aku
di dasar jurang. Akan kurakit sayap baruku. Agar aku kembali terbang.
yang patah hati dan jatuh hati ini 2 orang berbeda?
ReplyDeleteYa, betul. Mereka 2 orang yang berbeda :)
Delete