Friday, September 28, 2012

Hai, Waktu

Kenapa engkau begitu cepat berlalu,  hai waktu?
Lewat begitu saja tanpa permisi
Sekejap begitu cepat melintas
Seperti meteor jatuh
Cepat melesat, lalu menghilang tanpa jejak

Bisakah kau membeku, hai waktu?
Banyak momen yang ingin kukristalkan
Agar momen itu abadi, tak meleleh seiring jaman

Mampukah kau mengulang diri, hai waktu?
Aku ingin melihat masa lampau
Bukan untuk bernaung didalamnya
Sekedar memandangi dan mengagumi dari jauh

Atau mungkin mempercepat diri, hai waktu?
Aku antara ingin dan tak ingin melihat masa depanku
Takut dan gembira menjadi satu
Doa dan harapan mengiringi langkahku

Berhentilah sejenak
Melambatlah sebentar

Biarkan aku tenggelam dalam lamunan
Dan menikmati setiap detik yang bergulir
Melebur bersama setiap degup jantungku
Menjadi satu denganmu
Hai, waktu

Monday, September 10, 2012

Senin, 10 September 2012 + Hujan di Sore Hari

Senang maksimal.
Hari ini indah, bombastis, spektakuler, bla bla bla.
Saya bahagia setiap hari, tetapi hari ini saya super bahagia.
Semuanya tersenyum, tertawa gembira.
Matahari terang, langit biru, awan putih, dan hujan mengguyur.
Lengkap.
Hari ini lengkap.
Senyum senantiasa menghiasi wajah saya.
Rasanya ingin senyum sampai jidat.
Bersyukur. Begitu bersyukur.
Hari ini saya bertambah tua disambut hari yang sempurna.
Semua jabatan tangan dan ucapan manis itu tiada duanya.
Biarkan waktu melambat.
Berhenti sejenak.
Saya tak ingin hari ini bergulir dan berganti.
Perasaan bahagia ini tak tertandingi.
Sudahlah, kurelakan saja.
Terimakasih yang tak terhingga kepada kamu, dan kamu, juga kamu.
Yang telah membuat hari ini lebih sempurna.
Terimakasih saya dibolehkan berulang tahun.
Untuk menikmati apapun yang disuguhkan hidup yang penuh kejutan ini.
Tak sabar saya menanti.

Kisah Sang Tara

Di suatu pagi yang cerah di sebuah desa indah, terlihatlah Tara yang berjalan dengan gembiranya. Tara berjalan menuju sebuah bukit di dekat desa. Bukit yang tinggi itu terkenal menakutkan, tetapi Tara bertekad untuk mencapai puncaknya sebelum malam. Tara yakin, pasti pemandangan matahari terbenam yang indah akan semakin indah jika dilihat dari ketinggian puncak itu.

Dengan segala kepercayaan diri yang ada, Tara memasuki bukit itu. Jalan yang Tara lewati adalah jalan setapak yang kecil, dan dikelilingi oleh semak yang tinggi. Lama kelamaan Tara merasa jalan ini panjang sekali, entah berapa puluh menit Tara berjalan dan sepertinya tak berujung. Lebihnya lagi, semak itu berduri. Tangan Tara terluka karena semak duri itu, tetapi Tara tetap berjalan menerjangnya. Untuk apa menyerah? pikirnya, aku tak akan sampai tujuan jika berhenti sampai disini.

Tara sudah melewati medan duri itu. Sampailah pada hutan yang dihiasi pohon-pohon lebih dari 10 meter tingginya. Langit kelabu seketika menyapu langit biru. Turunlah hujan yang tak dinanti. Ingin sekali Tara mengeluh, tetapi Ia tahan keluhan yang sudah diujung lidahnya itu. Dengan sukacita dan kesabaran, Tara bersyukur bahwa Ia sudah sampai sejauh ini. Itu patut disyukuri. Rasanya segala keluhan itu dicuci bersih seiring bergulirnya air hujan yang membasahi badannya.

Hujan tambah deras. Ingin sekali rasanya Tara berhenti dan berteduh atau bahkan kembali pulang. Tara mulai mempertanyakan, "apakah benar setimpal tujuanku itu dengan pengorbanan ini?" atau "apakah aku masih kuat?" dan "apakah hujan ini akan reda?". Lalu Tara berhenti sejenak, Ia memejamkan matanya dan membayangkan gambaran matahari yang perlahan hilang ditelan bumi. Indah. Ya, pikirnya. Ini setimpal. Tara fokus ke tujuannya, alasan Ia mendaki bukit ini.

Dengan sabar, sukacita, dan fokus. Tara terus berjalan ke arah puncak. Mendaki ditemani awan kelabu dengan bonus air hujan. Pikiran-pikiran negatif dan segala macam godaan lewat bagai angin. Tara sudah kebal. Mental maupun fisik.

Saat yang ditunggu itu tiba. Puncak itu sudah terlihat. Tara bahkan tak menyadari hujan yang sudah reda dan langit belum gelap. Tara terkejut akan adanya pelangi yang menggantung di langit. Cantik betul. Dan dekat betul, seolah bisa digapai dan dimasukan ke saku belakang. Tak lama kemudian, pelangi yang indah berganti menjadi senja oranye. Indah tak tertandingi. Tara yang sudah basah kuyup, lusuh, dan dekil tak lagi perduli akan apa yang sudah dilewatinya. Ini dia, tujuannya, alasannya. Dia berhasil. Ini setimpal, sangat amat setimpal. Tak tertahan senyum itu mengembang seiring rasa bahagia yang meluap.

Percayalah, sehabis  dukacita akan ada sukacita. Dibutuhkan orang yang bersusah-susah dahulu untuk menghargai nikmatnya bersenang-senang. Dan segala sesuatu yang berharga pasti butuh pengorbanan besar.

Dibutuhkan orang yang berjuang melewati hujan untuk melihat indahnya pelangi :) The beauty of rainbow after the rain.